Totomatoto #2

Diposting oleh naela , Sabtu, 06 November 2010 22.33


Universitas Indonesia, September 2005.

Falya hampir saja mencelat kaget ketika bertemu dengan Audrey di Jembatan Teksas (Teknik-Sastra) siang itu, sepulang kuliah. Mereka berjalan dalam arah yang berbeda, dan bertemu di tengah-tengah. Sosok itu tentu saja sangat tidak asing baginya.

“Hei, kamuu.. si Taksaka!”teriak Falya heboh, menunjuk Audrey dengan telunjuk.

Audrey terperanjat sampai akhirnya mengenali Falya, “Kamu… Tomat!”

Tawa renyah dari keduanya mengudara, diliputi keterkejutan yang menyenangkan. Langkah kaki mereka membawa kedua sosok itu ke Kantek (Kantin Teknik) untuk sekedar duduk sambil mengisi perut yang lapar. Dalam kesempatan itulah, akhirnya Falya mengetahui bahwa Audrey kuliah di jurusan desain interior, sedangkan dia sendiri mengambil teknik kimia. Di saat itu juga Falya tahu bahwa Audrey berasal dari Jawa, lebih tepatnya Kutoarjo, dan sudah tiga tahun kuliah di UI. Tahun depan Audrey akan menyelesaikan skripsi, agar cepat lulus dan bekerja. Sebagai anak satu-satunya dan kelak menjadi tanggungan orang tua, ia ingin segera membahagiakan ibunya yang tinggal seorang diri di Kutoarjo.

Audrey tidak bisa menyembunyikan tawa ketika ritual makan tomat itu tetap berjalan. Masih seperti biasa, dengan Tupperware orange yang tidak pernah absen sekalipun dari ranselnya, Falya mengunyah tomat di hadapan Audrey.

“Masih benci tomat?”Tanya Falya sambil terus mengunyah.

Cowok di hadapannya mengangguk geli. “Hei, Putri Tomat. Umur kamu berapa, sih?” Iseng, Audrey bertanya. Sosok ini terlalu imut jika menyandang titel anak kuliah.

“Enam belas.”

Audrey terpana. “Kamu serius?”

“Dua-rius seperti dua tomat yang baru saja aku habiskan.”

Antara kagum dan kaget, karena yang ada di hadapannya benar-benar ABG, Audrey akhirnya berseloroh, “Kamu terlalu memuja tomat, sih. Jadilah kamu bantet seperti tomat, kecil seperti tomat, aneh seperti tomat...”

“Iya, aku tahu. Kamu jangkung, tidak aneh, dan dewasa!”tukas Falya sewot, diikuti semburan tawa Audrey yang lama berhenti.

Pertemuan Falya dengan Audrey hari itu adalah benih yang baru saja memunculkan tunas. Benih kecil yang disemai waktu, ditanam ketika berada di kereta api, dan sedang berangsur tumbuh.

*&^%$#@

Teras Kost Audrey, Kukusan Teknik (Kutek) Depok, Januari 2005.

“Ini.”Falya menyodorkan sepapan kayu yang telah ia haluskan pada Audrey, “Sebenarnya kamu mau jadi desainer interior atau tukang kayu, sih?”celetuknya tanpa tedeng aling-aling.

Yang ditanya tergelak, “Dua-duanya. Desainer interior yang bisa mengolah kayu.”jawab Audrey, tak teralihkan dari pekerjaannya memaku dua papan kayu. Keduanya telah ia haluskan, ia ingin pekerjaannya cepat selesai. Ini kali kedua ia mencoba membuat rak buku dengan tangannya sendiri.

Falya menghela napas, tak berkomentar. Setelah mencuci kedua tangannya, ia kembali mengeluarkan Tupperware orange kebanggaannya, dan kembali mengunyah tomat. “Aku tidak mengerti, kenapa ada orang yang diciptakan seterampil kamu dalam hal paku-memaku, poles-memoles, pahat-memahat, semuanya. Aneh, Raja Totomatoko XVII tidak mengutukmu biarpun kamu membenci tomat.”

Audrey menyunggingkan senyum manis. Dia hafal mati dengan segala imajinasi Falya, maupun selorohnya mengenai tomat. Pecinta tomat yang satu itu masih tetap menjadi sosok unik di matanya, karena ia selalu bertingkah laku apa adanya. Audrey sendiri sadar, dia telah memberikan ruang bagi Falya untuk menjadi dirinya sendiri, di hadapannya.

Seketika, Audrey teringat sesuatu. Tangan penuh serpihan kayu itu merogoh saku celana, kemudian mendekat ke arah Falya, duduk di samping cewek itu. “Buat kamu.” Katanya sambil menjulurkan sesuatu tepat di depan Falya.

Falya tertegun sesaat. Ia mendapati satu buah gantungan kunci kayu berbentuk tomat dengan warna merah segar, di atas telapak tangan kekar itu. Tomat yang tersenyum.

“Apa ini? Gantungan kunci? Tomat?” Falya tidak pandai berbohong, terutama pada hal yang penuh kejutan seperti ini. Mimik mukanya melukiskan dengan jelas, guratan gembira itu terpancar dari sana.

“Iya, tomat. Baca belakangnya, dong.” Audrey membalik gantungan berwarna merah tomat itu.

Perlahan tapi pasti, Falya mengurai kalimat yang terukir tanpa ingin melewatkan satu kata pun, “Salam Tomat, Toaudreymat.”ia terkikik geli, “Apa itu Toaudreymat?”

“To-audrey-mat. Audrey yang mulai membuka hati untuk tomat.”

Seketika raut wajah di depan Audrey berbinar. Audrey buru-buru menyambung dengan senyum usil, “Belum diketahui kapan saat itu tiba.”

Falya memukul Audrey perlahan dengan kepalan tangan mungilnya, diselingi bibirnya yang setengah manyun. “Ehm, tapi, anyway, ini bagus banget. Makasih banyak Toaudreymat -aduh susah sekali namamu.”Dan tawa Falya lepas. Mengusap-usap riang gantungan kuci yang sekarang sedang tersenyum untuknya itu. Seketika gadis itu memejamkan mata, mendekap gantungan kunci Audrey di tengah dada, dalam genggaman tangannya. “Semoga Toaudreymat segera mencintai tomat.” Bisiknya seperti berdoa.

Audrey kembali mengulum senyum, gadis ini benar-benar istimewa baginya bulan terakhir ini. Selama tiga tahun kuliah, belum pernah ia merasakan tawa sebanyak ini ketika bersama seseorang. “Aku yang harusnya berterimakasih sama kamu. Aku senang luar biasa bisa mengenal sosok seperti kamu. Makasih, Fal…” Segaris senyum tulus berpadu sorot mata tenang tergambar di wajah teduh itu.

Baru kali ini Falya merasakan degupan jantung yang memburu. Pipi bulatnya memanas, merah seperti rebusan tomat. Kikuk, ia balas tersenyum, lalu menunduk. Bertolak belakang dengan keinginannya untuk melongok ke atas, merengkuh awan yang sedang menari-nari, menyimak suara hatinya.

*&^%$#@

0 Response to "Totomatoto #2"

Posting Komentar

Cuap-cuap Darimu