Aku Tidak Mau Bego

Diposting oleh naela , Selasa, 09 November 2010 12.11

Warning: Seratus persen curhat.


~~~~~~~~~~~~~~~~~


Sebenarnya, saya bukan orang yang terlalu memikirkan hasil akhir, ataupun mempermasalahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasi (baca: protes). Karena toh yang penting cara kita menggapai, dan bagaimana langkah kita melakukan proses itu agar makin berkembang dan proses-proses yang sudah baik kelak jadi kebiasaan.

Apa pun yang saya dapat, akan menjadi evaluasi bagi diri saya, dan tentu saja, perbaikan ke depannya.

Sebenarnya juga, semua berawal dari sejarah saya bisa menjadi bagian di kampus ini.

Hm. Bukan menjadi barang asing ketika kuliah adalah 'dunia kamu adalah kamu, saya adalah saya'. Nilaiku adalah nilaiku, nilaimu adalah nilaimu. Urusanku-urusanku, urusanmu-urusanmu. Bahkan di fakultas yang menjunjung kesejawatan pun, sedikit-banyak hal itu masih ada. Bukan, saya tidak mau menyalahkan teman-teman saya, mereka sudah terlalu berjuang dan kami pun sama-sama sudah berusaha agar mendapatkan hasil yang maksimal. Tentir praktikum, tentir kuliah, koordinasi slide kuliah, tugas, dan seterusnya, adalah upaya kami untuk kami juga, dan itu sudah menunjukkan bahwa kami, paling tidak untuk saat ini, mau memikirkan orang lain. Intinya, memang ada beberapa teman kadang, bisa dibilang, menyebalkan. Apalagi di tempat penuh kompetisi ini.

Tapi, so what? Dunia tidak akan seru jika dipenuhi oleh satu macam warna, oleh karena itu di dunia ini ada berbagai macam warna manusia. Dan kita? Selain memiliki satu warna pada diri kita sendiri, tentu kita harus bisa menjadi penikmat warna-warni pribadi orang lain.

Poin berikutnya adalah, saya nyasar. Ya, bahkan sampai detik ini saya masih sering berpikir, kok bisa saya ada di kampus ini? Geli kan? Sama. Bahkan it is much more more than i could have dreamed, mimpi pun tidak pernah. Maka, ekspektasi saya di sini juga tidak muluk, saya cuma mau lulus tepat waktu dengan nilai baik (minimal bisa buat masuk spesialis nanti, amin). Tapi, saya juga punya cita-cita tinggi, sebut saja menjadi profesor yang aktif riset di kemudian hari, dan menemukan penyakit atau terapi baru. (Amin lagi)

Kalau boleh jujur, belum pernah saya merasakan kondisi belajar super hebat, dengan anak-anak super pintar (ini tujuh rius sumpah demi ga bohong), super rajin (ini tak terbantahkan), super telaten, super-bisa-apa-aja, super-bisa-ngatur-waktu, super-juara-pas-SMA (ini beneran, sebagian besar), dan seterusnya dan seterusnya. Minder? Jarang, karena pada nyatanya saya diterima dan mereka orang-orang baik. Kagum? Sering. Iri? (dalam konteks baik) Sering. Terinspirasi? Tentu saja. Sebel? Pernah. Merasa menjadi anak paling malas di kampus? Super sering. Merasa paling santai dan ga ambil pusing? Selalu, bahkan sampai sekarang.

~~~

Pengalaman sekolah di SMP dan SMA di Jogja yang, kalau boleh saya bilang, nilanya juga cukup pelit, saya pernah mengalami remed, atau pun mendapatkan nilai yang 1 tambah 1 lebih dikit (hehehe xp) membuat saya cukup kebal terhadap nilai. Bukan cuek, tapi saya pernah mengalami hal itu, tidak cuma sekali, jadi saya bukan tipe orang yang jatuh hanya karena nilai jelek, atau drop, atau memperoleh masalah tidak sesuai dengan ekspektasi. Sedih ada, kecewa ada, tapi insya Allah saya bisa meng-handle nya. Sedikit-banyak, saya senang dengan sisi diri saya yang ini.

Maka, here I am.

I had got bad mark for my exam, and I will do and prepare better for the next.

Mungkin itu yang harus saya sematkan dalam-dalam sekarang.

~~~~~~

Curhat saya nambah nih, hehe. Sejujurnya, saya belum pernah merasakan seumur hidup, belajar seintensif ini, se-ngoyo ini, segila ini, dan semua-semuanya. Bisa dikatakan, belajar di kampus ini adalah effort terbesar saya seumur hidup, jauh lebih berat dari usaha sebelum saya mencari bangku kuliah. Tapi, see? Itu pun masih kurang, dan saya masih harus belajar lagi.

Alhamdulillah, Allah masih menegur saya dengan hal ini. Saya tidak harus belajar lagi untuk remedial. Rasa kecewa saya sebenarnya berakar dari, sudah jauh-jauh saya kuliah meninggalkan kampung halaman, kenapa saya masih kurang berusaha? Kesal. Bayangan tidak bisa memberikan terbaik pada orang tua, mengecewakan mereka, berputar-putar di otak seperti Voldemort, menyerap kebahagiaan.

Tapi kembali lagi, bukan nilai yang saya cari.

Saya mau jadi dokter.

Saya tidak mau bego, lalu saya tidak kompeten, dan saya merugikan pasien. Saya nggak mau bego dan jadi dokter abal.

Tapi saya juga nggak mau jadi dokter yang di masa belajarnya terpaku pada angka di atas kertas.

karena, seumur-umur, saya belum pernah melihat pasien bertanya ke dokternya? "Dok, dulu nilai pas kuliah berapa?" (LUPAKAN, ini random)

~~~~~~

Kalau roda yang berputar itu bisa bicara, tentu dia akan memberitahu saya kapan saya akan jatuh. Tapi sayangnya, dia cuma diam, jadi saya tidak pernah tahu kapan saya ada di bawah. Naik-turun. Itulah hidup. Jadi, sebagai manusia yang penuh keterbatasan, saya sadar saya hanya bisa berusaha terus dan terus.

Ini akan jadi pemicu dan pengingat, bahwa saya tidak boleh ditelungkupi rasa malas dan mudah-jenuh terlalu lama (karena kedua hal ini sangat manusiawi). Ini akan jadi bahan belajar bahwa motivasi saya harus ditingkatkan lagi. Seperti proses pendengaran yang mengubah energi suara menjadi energi listrik, saya harus bisa mengubah rasa sedih dan kecewa menjadi semangat. Toh masih ada waktu. Dan memang benar kan, waktu tidak mengenal terlambat untuk belajar menjadi lebih baik.

Ini akan jadi cambuk saya untuk menjadi lebih dewasa. Semoga saya bisa menjadi lebih baik lagi.


Sekian.
(berasa surat) hahahaha xD





0 Response to "Aku Tidak Mau Bego"

Posting Komentar

Cuap-cuap Darimu