Mata

Diposting oleh naela , Minggu, 04 Desember 2011 06.19


Sama saja.
Ketika pandangku bertemu dengan semburat di matanya, lalu dibiaskan dengan pantulan familiar di bola hitamnya.
Wajahku disana. Pasti.

Tapi bukan itu.
Sorotnya itulah, sama. Selalu.

Tidak berbeda.
Ya, tetap disana sejak tiga bulan lalu, terakhir kami bertukar kata,
pun tak jauh dari setahun yang lalu ketika air mata mengusik kami untuk menahan waktu,
ingin tetap bercerita dan tertawa berdua.
Bahkan, pasti ada, dari sejak dua tahun lalu ketika kami menjajaki dua kota berbeda, menghitung detik dan menit setiap harinya, untuk sekedar menyanyi bersama dalam mobil di jalan lapang Jogja, lalu kembali tertawa berdua.

Pun dari tiga tahun lalu, empat, lima, dan enam tahun lalu.
Dari sejak mata itu berbicara padaku untuk pertama kali, di depan pojokan sekolah, di tengah seragam putih-biru, di antara murid-murid beradu sepulang belajar.
Kutemukan wajahku disana, juga sorot mata itu.

"Kamu kok membuang wajah, sih, kalau awal-awal ketemu aku?"

"Aku.. jaim."

Itu yang selalu kamu katakan, berusaha menyembunyikan sorot matamu.
Malu bertemu denganku setelah sekian lama.

"Bang, kalau makan berdua liat aku, dong."

"Aku.. jaim."

Lagi-lagi begitu yang kamu katakan.

Sampai hari kedua, ketika bertemu lagi. Sorot mata yang berada di balik peraduanmu membaur keluar, mulai memantulkan wajahku.

"Akhirnya kamu ngeluarin sorot itu."

"Kenapa? Suka, ya?"

...

Ya. Kamu menjawabku.
Sorotmu melakukannya.

Jawaban akan pertanyaan, apakah berharga, dua setengah tahun dengan jarak ratusan kilometer.
Apakah berarti, perjalanan dua setengah tahun lagi tenggelam dalam jalan sendiri-sendiri.

Ya, tentu saja. Sorot mata yang terus disitulah kekuatanku.

Sorot mata jujur yang menggerakkanku untuk terus percaya padamu.
:)

0 Response to "Mata"

Posting Komentar

Cuap-cuap Darimu